PPIM.UINJKT.AC.ID – Berbagai aksi terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia tidak hanya menyasar kaum laki-laki saja, melainkan juga perempuan. Para perempuan yang terlibat kebanyakan direkrut oleh orang terdekat seperti orang tua, pasangan, dan teman. Ada pula yang terlibat karena keinginan sendiri maupun direkrut oleh kelompok radikal atau teroris. Perempuan yang terlibat di dalam rangkaian aksi terorisme lebih banyak yang berperan sebagai agen pseudo dibanding agen murni.
Di dalam webinar yang diadakan secara konsisten setiap hari Jum’at tersebut turut dihadiri oleh Peneliti Terorisme SeRVE Indonesia, Dete Aliah, ditemani oleh moderator sekaligus Team Leader Convey Indonesia, Jamhari Makruf.
Pada pembukaan webinar, narasumber memberikan penjelasan definisi mengenai judul webinar. Mengambil sumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dete Aliah menjelaskan bahwa eksistensi memiliki arti sebagai hal yang berbeda atau keberadaan. Sedangkan eksploitasi sebagai pemanfaatan tenaga orang lain untuk keuntungan diri sendiri.
Dete Aliah juga membeberkan data yang dihimpun dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), IPAC, dan Kepolisian Diraja Malaysia, setidaknya ada 39 perempuan yang terlibat di dalam aksi terorisme. Motivasi para perempuan mengikuti aksi terorisme pun beragam. Ada yang beranggapan dengan mengikuti terorisme, mereka sama saja melakukan janji syahid dan solidaritas sesama Islam. Selain itu, hipotesis yang berkembang di perempuan yang terlibat dalam aksi terorisme tersebut menganggap pemerintahan yang thagut menjadi alasan mereka menjalankan aksi terorisme.
Dete Aliah juga memaparkan adanya pergeseran konsepsi tentang maskulinitas ke feminitas. Proses indoktrinasi yang berkembang tentang perempuan juga punya kewajiban untuk melakukan jihad dalam kondisi yang darurat membuat mereka berani untuk mengambil tindakan demikian. Selain itu, ada pula para perempuan yang memiliki trauma dengan hubungan rumah tangga mereka, sehingga memilih untuk melakukan tindakan terorisme, meski ia tahu itu adalah hal yang salah. Budaya patriarki dalam aksi kekerasan dan jaringan ISIS telah mengubah konsepsi perempuan terhadap tindakan terorisme, bahwa perempuan juga memiliki kesempatan untuk berjihad.
Penulis: Pang Muhammad Jannisyarief