PPIM.UINJKT.AC.ID – “Lingkungan memengaruhi perkembangan anak-anak ketika bertumbuh dewasa. Intoleransi dapat tumbuh dari situ.” Hal itu dipaparkan peneliti PPIM UIN Jakarta, Dita Kirana.
PPIM UIN Jakarta dan CONVEY Indonesia kembali menunjukkan eksistensinya dalam menyebarkan pesan toleransi dengan mengadakan Webinar Series episode ke-30 pada Jum’at, 4 Februari 2022. Webinar ini mengangkat tema “Jejak Toleransi Anak Muda” dengan dimoderatori oleh Prof. Jamhari Makruf, Ph.D. dan ketiga narasumber; Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta yaitu Prof. Ismatu Ropi, Ph.D., Senior Technical Advisor cum Programme Manager UNDP Indonesia yakni M. Syamsul tarigan, Ph.D., dan peneliti PPIM UIN Jakarta yaitu Dita Kirana.
Direktur PPIM UIN Jakarta, Ismatu Ropi menyampaikan keresahannya mengenai pola perkembangan budaya di masyarakat Indonesia yang menuju pada segregasi dan polarisasi. Menurutnya, terdapat pola yang anomali dan dapat berujung pada perpecahan kelompok menuju intoleransi yang tidak boleh terjadi. Ismatu khawatir perkembangan digitalisasi yang semakin modern membuat anak muda cenderung percaya terhadap sesuatu tidak secara utuh. Padahal, menurutnya, hidup tidak hitam dan putih saja. Kekhawatiran yang dibangun Ismatu bukanlah tanpa sebuah alasan, menurut riset yang dilakukan oleh CONVEY Indonesia, ada kecenderungan nilai toleransi dan menghargai keagamaan yang semakin menurun di kalangan anak muda. Ada banyak faktor yang menyebabkannya, salah satunya adalah masalah terhadap cara pandang keagamaan di kalangan anak muda.
Syamsul Tarigan menyatakan anak muda Indonesia tidak boleh terjebak dalam nilai intoleransi, terlebih lagi bangsa Indonesia dapat tumbuh besar karena perjuangan anak muda di masa lampau. Anak muda tercatat memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan bangsa. Bahkan, menurutnya, anak muda menjadi katalisator dalam membangun peradaban bangsa. Seharusnya, anak muda menjadi sentralisasi dalam program yang ada di Indonesia. Anak muda harus diberi tempat yang layak agar mereka dapat mengembangkan diri dan bangsanya.
Ia bersyukur melihat perkembangan CONVEY Indonesia yang telah melaksanakan impiannya tersebut. Menurutnya, program yang dirancang oleh CONVEY Indonesia telah sejiwa dengan anak muda karena memasukkan tiga unsur penting; Inovatif dan menarik; Unsur petualangan dan menantang; Menempatkan anak muda menjadi aktor utama. Ia mengambil contoh dengan program Indonesia Millenial Movement yang dibuat oleh CONVEY Indonesia pada tahun 2018.
Karenanya, ia mengusulkan agar ada kebijakan dari pemerintah agar anak muda dapat menjadi progresif membangun peradaban bangsa dengan memberi mereka ruang yang besar karena toleransi dan intoleransi bersikap dinamis, mereka dapat terbentuk melingkupi lingkungan anak muda itu sendiri.
Sedangkan Dita Kirana mengatakan, anak muda memang rentan terkena intoleransi sejak mereka berada di lingkungan yang memengaruhi cara tumbuh dan berkembang. Terlebih lagi lingkungan seperti keluarga. Penting bagi sebuah perempuan dalam hal ini seorang ibu untuk menanamkan nilai toleran kepada anaknya agar ia bisa tumbuh dengan jiwa toleran yang tinggi, sehingga masalah intoleransi yang belakangan ini menjadi masalah bagi anak muda di Indonesia dapat diminimalisasi. Karena keluarga adalah agen sosialisasi pertama yang sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan bagi perkembangan anak muda ke depan.
Penulis: Pang Muhammad Janinnsyarief
Editor: Idris Thaha