Sebentar lagi bulan Ramadhan! Sebagai orang Gresik, selain iklan sirup marjan, ada satu lagi yang biasanya kami tunggu-tunggu, yaitu pemasangan lentera Damar Kurung. Tahun 2018, saya pernah mengajak teman-teman Remaja Masjid dan Karang Taruna untuk membuat Damar Kurung bersama adik-adik sekampung, lalu kami pajang sepanjang jalanan Masjid Jami’. Menyenangkan melihat lampu berkilauan sambil sayup-sayup mendengar orang mengaji.
Kerajinan Damar Kurung sudah ada sejak era Hindu-Buddha, loh. Lentera ini digunakan masyarakat Gresik muslim sebagai penanda 1 Ramadhan, dan dipajang hingga malam Lailatul Qadar. Bentuknya bangun persegi empat, yang tiap sisinya terbuat dari kertas dan rangkanya terbuat dari kayu. Nah, disini bagian uniknya.
Hiasan gambar pada tiap sisi Damar Kurung sebagian besar adalah aktivitas religi masyarakat muslim Gresik, seperti Sholat Tarawih, tadarus, suasana Idul Fitri, dan sebagainya. Namun, sejak dahulu masyarakat muslim Gresik hidup berdampingan dengan etnis serta umat agama lain, seperti etnis Tionghoa, Arab, umat Kristiani dan Hindu. Kegiatan yang memperbanyak ruang perjumpaan juga turut ditampilkan, misalnya interaksi jual-beli di Pasar Bandeng, jalan, suasana pantai, aktivitas di klenteng atau Gereja, dan sebagainya. Rangkuman aktivitas tersebut mencerminkan kebudayaan masyarakat Gresik yang berilmu pengetahuan, adat istiadat, dan kesenian yang dipenuhi sifat saling gotong royong, religius, dan penuh kerukunan. Bagi saya pribadi, Damar Kurung sejatinya bukan hanya warisan kesenian semata. Damar Kurung mewariskan nilai-nilai toleransi #MeyakiniMenghargai yang tak ternilai pada setiap gambarnya.
Tiap sisi Damar Kurung berisi gambaran aktivitas masyarakat Gresik. Sumber: www.oneimages.wordpress.com
Saat menginisiasi Festival Damar Kurung di kampung, panitianya bukan hanya dari Remaja Masjid saja, namun juga organisasi pemuda Karang Taruna yang didalamnya terdiri dari pemuda Muslim dan Hindu. Oh iya, kampung saya lumayan dikenal di daerah Gresik karena umat Muslim dan umat Hindu hidup berdampingan disini. Begitu juga dengan keberadaan Masjid Jami’ dan Pura Agung yang kokoh berdiri di satu area. Penjelasan mengenai sejarah dan nilai moral Damar Kurung adem banget masuk telinga. Sebagai generasi muda, kami menyadari kami adalah penerus warisan budaya ini. Penerus nilai-nilai toleransi yang telah dicontohkan leluhur kami. Bahwa meskipun cara beribadah kami berbeda, namun sikap saling menghargai kepercayaan, pendapat, serta pandangan akan selalu menempatkan kami di jalan yang sama; berkarya untuk masyarakat luas 😊
Oh iya, kegiatan membuat Damar Kurung itu saya lakukan di serambi masjid! Sehingga, mungkin, bagi beberapa rekan kami yang beragama Hindu, saat itu lah pertama kalinya mereka masuk ke dalama area masjid. Hehe. Tidak ada yang aneh. Teman-teman kami berbusana sopan dan sangat menghargai peraturan di dalam tempat ibadah kami, misalnya menjaga kebersihan.
Hasil membuat Damar Kurung bareng-bareng di serambi masjid.
Sumber: Dokumen pribadi.
Saat mengenang kegiatan yang pernah saya lakukan itu, saya teringat akan satu hal tentang konsep toleransi dalam jurnal “Measurement of The Tolerance General Level in The Higher Education Students” karangan A. Sztejnberg dan Jasinnski T.L. Mereka menyepakati bahwa toleransi merupakan penghormatan terhadap pendapat, perilaku, gaya hidup, bahkan kebudayaan yang berbeda, meskipun kita tidak setuju. Pendek kata, toleransi setara dengan sikap positif dan menghargai orang lain dalam rangka kebebasan asasi sebagai manusia. Sikap toleransi harus terus diasah melalui pergaulan sosial. Secara tidak langsung, mempertemukan umat lintas agama menciptakan interfaith dialogue yang akan merapatkan jurang perbedaan pandangan, menghapus prasangka buruk, melenyapkan perasaan saling mencurigai. Dalam Islam sendiri, Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam kehidupan beragama. Misalnya, saat pertama kali beliau menginjakkan kaki di Madinah, beliau mendapati banyak orang Yahudi yang telah duluan mendiami wilayah tersebut. Beliau tidak mengusirnya, malah mengajak mereka berinteraksi dan bahkan membuat perjanjian, yang berisi:
“Orang Yahudi mempunyai hak dalam melaksanakan agama mereka, dan kaum muslimin mempunyai hal dalam melaksanakan agama mereka pula”
Ketika ada kaum Yahudi yang meninggal, Rasulullah hadir dan memberikan penghormatan. Intinya, seyogyanya, begitulah seharusnya umat muslim bersikap terhadap saudara yang berbeda keyakinan.
Salah seorang pemuda di kampung kami memasang lentera Damar Kurung di sepanjang jalan Masjid Jami’. Sumber: Dokumen pribadi
Saat melukis Damar Kurung, seluruh atribut keagamaan luruh. Teman-teman umat Hindu nampak asyik sendiri menghias Damar Kurungnya. Mereka tentu tidak ikut menyambut 1 Ramadhan, namun karya mereka akan turut menyemarakkan Ramadhan kami. Kerlap-kerlip Damar Kurung di sepanjang jalanan masjid kami seakan menggambarkan perasaan kami pada saat itu, terang dan damai 😊
Karya: Diah Syafitri
Dalam Kompetisi Blog Artikel CONVEY 2020