Jakarta, PPIM – Kepala Departemen Kepala Departemen Perilaku, Kesehatan Lingkungan dan Kedokteran Sosial UGM, Prof. Yayi Suryo Prabandari, Ph.D., menekankan pentingnya berbagai peran oleh berbagai pihak untuk dapat menyehatkan masyarakat pesantren. Dosen UGM tersebut menyampaikan hal tersebut dalam menanggapi hasil temuan survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui CONVEY Indonesia dan dirilis pada Launching Hasil Riset pada 15 pesantren di 3 provinsi dengan tema “Pesantren dan Pandemi: Ketahanan di tengah Kerentanan” Rabu (19/1).
Yayi melihat temuan survei menunjukkan, terdapat masalah dalam hal pemahaman dan sikap terkait pandemi pada generasi muda. Hal tersebut dapat dikarenakan banyak faktor. Misalnya, adanya perubahan informasi yang membingungkan, keberadaan infordemik, hoax, teori konspirasi serta pandemic fatigue (kelelahan pandemik).
Yayi menuturkan, “Di luar itu informasi sangat banyak, bahkan WHO menyatakan bahwa kita tidak hanya berperang dengan pandemik tapi juga dengan infodemik. Pada situasi ini, terjadi informasi yang salah, rumor, dan manipulasi informasi yang intensinya untuk membuat orang ragu-ragu. Fenomena tersebut diamplifikasi melalui jejaring sosial beredar seperti virus”.
Ia juga mengatakan, di saat yang sama juga masyarakat menghadapi pandemic fatigue. Hal tersebut merupakan respon natural bukan hanya karena kelelahan harus mengikuti protokol kesehatan, tapi juga dampak dari implementasi kebijakan pemerintah yang berdampak pada kehidupan sehari-hari pada orang yang tidak terinfeksi virus yang dapat membuat bosan dan tidak patuh.
Yayi memaparkan, pengetahuan, sikap dan perilaku yang positif terhadap protokol kesehatan perlu dilakukan secara terus menerus melalui berbagai saluran, termasuk para kiai dan nyai, terutama tentang persepsi kerentanan dan persepsi terhadap vaksin. Terutama pada persepsi kerentanan. Ini hasilnya sama dengan general population, persepsi kerentanan terutama pada anak yang muda memang rendah yang merasa rentan yang sudah 40 tahun apalagi 60 tahun.
“Perlu adanya pemahaman dan persiapan, tanggung jawab dan disiplin oleh masyarakat pesantren untuk dapat menerapkan tatanan kehidupan baru. Mereka dapat beraktivitas kembali meskipun pandemik belum reda dengan memperbaiki perilaku sesuai aturan dan protokol, hidup sehat dan bertanggung jawab sehingga kebiasaan baru menjadi norma,” papar Yayi.
Yayi menekankan respon yang dapat dilakukan individu, organisasi, komunitas dan pemerintah untuk dapat mewujudkan pesantren sehat. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan komunikasi informasi dan edukasi di tingkat interpersonal, dialog untuk mengingatkan satu sama lain serta pengembangan media di tingkat institusi, pemberdayaan masyarakat di tingkat komunitas dan pengembangan kebijakan di tingkat pesantren maupun pemerintah daerah. Semua diarahkan untuk memperkuat perilaku sehat.
Penulis: Mochamad Iqbal Nurmansyah