Jakarta, PPIM – Influencer Media Sosial, Indra Dwi Prasetyo, menanggapi meningkatnya koervatisme agama di media sosial. Managing Director ID Next Leader ini mengajak generasi muda untuk menyaring setiap informasi yang didapat dari media sosial.
“Jangan menjadikan media sosial sebagai jurnal ilmiah (menganggap sebagai kebenaran. red). “Well, it’s social media, It’s not academic journal,” kata Indra dalam Webinar Series #ModerasiBeragama yang ke-15, dengan tema “Moderasi Beragama dan Polarisasi di Dunia Maya” yang diselenggarakan oleh PPIM UIN Jakarta melalui program CONVEY Indonesia, Jumat (27/11).
Menurut Indra, dewasa ini media sosial di Indonesia menunjukkan polarisasinya yang luar biasa. Pertarungan wacana di media sosial terus berkembang. Tidak hanya berita COVID-19 yang sedang terjadi, tapi juga wacana keagamaan. Sebagai contoh, kasus penolakan mantan Gubernur Jakarta (2014-2017) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Berita ini menjadi viral, narasinya tiba-tiba menyebar di kanal-kanal media sosial, baik di dalam maupun di luar negeri. Menurutnya, inilah bukti bagaimana media sosial bekerja.
“Bisa di lihat misalnya, jumlah produksi konten di sosial media terus bertumbuh, masing-masing media sosial berperan dalam mendistribusikan informasi mulai dari Facebook, Twitter, Youtube dan media sosial lainnya, dan informasi ini tentu akan di terima sama oleh negara-negara lain,” papar Indra.
Tidak dimungkiri, menurut Indra, polarisasi ini masih ada karena ada “Echo Chamber” dan “Filter Bubble” di sosial media, di mana berita yang kita inginkan dan kita sukai akan terus memenuhi di media sosial kita. Indra pun memberikan saran bagi para pengguna media sosial untuk melakukan pengaturan pada gawai internet yang digunakannya.
“Saya menyarankan agama matikan fitur suggested dan autoplay di akun sosial media yang kita miliki,” kata Indra.
Indra juga menyadari bahwa, filterisasi informasi ini memang sulit dilakukan, ini akibat dari berkembangnya globalisasi, di mana manusia kini tidak bisa dikungkung lagi. Manusia bebas mencari informasi apapaun di sosial media. Bahkan sosial media bisa dikatakan sebagai sebuah figura foto, yang bebas dilihat dan ditelusuri.
Di akhir sesi, Indra menyarankan supaya generasi muda tidak cukup sebagai “silent majority”. Ada ruang yang bisa diisi, misalnya bermain di area netral, membicarakan tentang pendidikan, kepemimpinan, dan lainnya, tanpa bersinggungan dengan moralitas-moralitas agama.
“Jangan menjadikan sosial media sebagai arena adu kepintaran, atau pertempuran mencari informasi yang falid tapi carilah informasi di jurnal-jurnal dan di buku,” tutup Indra di akhir sesi
Webinar Moderasi Beragama ini dilaksanakan setiap Jumat melalui kanal Youtube “Convey Indonesia”. Selain Indra, diskusi yang dimoderatori oleh Team Leader Convey Indonesia, Jamhari Makruf, ini dihadiri juga oleh dua narasumber lainnya yaitu Iim Halimatus’adiyah, Ph.D (Koordinator Program MERIT), dan Prof. Azyumardi Azra, CBE (Cendekiawan Muslim Indonesia).
Penulis: Tati Rohayati
Editor: M. Nida’ Fadlan