PEPADU.DUTADAMAI.ID – Sukses menyelenggarakan acara Youth Camp Nasional di Lombok Nusa Tenggara Barat tahun lalu berkolaborasi dengan Nusa Tenggara Center. Tahun ini, PPIM Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta melalui proyek CONVEY menyelenggarakan workshop regional se Asia Tenggara bertema “Religious Education and Prevention of Violent Extremism in Diverse Societies in South Asia: Lessons Learned and Best Practices.
Acara Yang diselenggarakan mulai tanggal 21 sampai 23 November 2018 bertempat di Ballroom Hotel Ayana MidPlaza Jakarta mengundang sebanyak 300 orang peserta Yang terdiri dari unsur CSO, Pemerintah, Akademisi, Peneliti Yang berasal dari Perwakilan negara- negara se Asia Tenggara.
Pada kesempatan tersebut, dua orang peserta terseleksi dari Provinsi NTB hadir sebagai Perwakilan Duta Damai Dunia Maya regional Mataram yaitu Maia Rahmayati Dan Rohani Inta Dewi. Acara yang dikemas Dalam berbagai diskusi panel, tanya jawab serta diskusi group. Menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan, Latar belakang Dan propesi.
Hari Pertama (Rabu/21/11/2018) Sebagai pembuka, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin Yang sedianya hadir memberikan sambutan diwakili oleh Staf Khusus Menteri Prof.Oman Faturrahman.
Dalam sambutan Prof.Oman menyampaikan fakta empirik dari hasil penelitian PPMI menyebutkan pemahaman keagamaan, tafsir Dan pemaknaan agama pada era globalisasi kerap menyerap informasi yang keliru khususnya Yang diserap secara instan dari masifnya penggunan internet. Hal tersebut menurutnya merupakan fenomena global Yang terjadi hampir di semua negara khususnya di Indonesia. Beberapa solusi yang dipaparkan yaitu berkaitan dengan penyediaan materi khususnya Pendidikan Agama di sekolahsekolah formal maupun informal, termasuk pentingnya peningkatan kapasitas guru/ustad/ustazah yang mengajar. Selain itu, keberagaman bangsa Indonesia dari segi keberagamaan sepatutnya dipandandang sebagai Rahmat yaitu dengan tidak anti terhadap budaya lokal, merekatkan perbedaan. Harapannya dengan terseleksi ya kegiatan semacam ini dapat membuka wawasan tentang pengetahuan yang beragam khususnya Pengetahuan Agama di berbagai negara se Asia serta memberikan rumusan terbaik Dalam mengelola keberagaman tersebut.
Pada sesi selanjutnya di hari pertama, Hadir Dari Akademisi sekaligus Anteopolog Bianca J.Smith yang menyampaikan temuan empirik Dari hasil penelitian lapangannya selama kurang lebih 10 tahun di Lombok terkait berkembangnya paham Sufisme, kelompok Tasawuf, Tarekat sebagai Gerakan pencegahan eksteimisme.
Bianca menyebutkan, carapandang setiap negara Khususnya di Asia berbeda-beda mengenai Sufisme. Bahkan, di Brunei menurutnya Sufisme dianggap kafir dan bid’ah. Sementara di Indonesia, Sufisme masih ada peluang untuk berkontribusi, bergabung dengan jaringan tarikat dan mereka bekerja pada urusan yang personal dan Cara berbeda dalam hal Yang disebutnya sebagai “Pengobatan Hati”. Dan objek itulah yang ia temui di Lombok Nusa Tenggara Barat. Pandangan dan temuannya mengenai Lombok yang rentan konflik agama, memiliki kebencian terhadap perbedaan, menjadi titik balik dari pertanyaan Bianca mengenai apa yang diajarkan oleh para Tuan Guru, serta pemahaman apa yang mereka miliki selama ini tentang keagamaan? Kelompok yang berbeda diserap, dipojokkan dan Pemerintah melakukan pembiaran.Namun, tidak sedikit dari hasil penelitiannya menemukan kelompokkelompok yang Masih berpegang pada nilai Sufisme dan termasuk ada beberapa Tuan Guru masih mengajarkan hal itu dengan bertumpu pada nilai Sufi”kembali ke Hati seseorang”. Pembicara selanjutnya adalah Professor Azzyumadi Azra spesifik menyampaikan mengenai Pendidikan Agama Islam di Indonesia, peran serta sejarah berkembangnya khsuusnya pasca reformasi. Ia memaparkan pandangan Robert Havener mengenai Pendidikan Islam yang menurut Havener Yang paling progresif adalah di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di Asia bahkan di Dunia. Hal tersebut menurut Havener Karena instutusi Pendidikan agama di indonesia terus menerus berreformasi yang awalnya hanya di pesantren seperti Dayah di Aceh pada perkembangannya pertumbuhannya konservatif.”Dan sekarang,Kita bisa lihat pesantren menjadi institusi Pendidikan tidak saja soal agama namun sudah banyak institusi Pendidikan dalam pesantren, dan Pendidikan Agama Islam misalnya menjadi kurikulum. Bahkan dalan sistem pendidikan Kita terpisah menjadi dua sistem pararel Pendidikan yaitu ada yang dibawah Kementrian Pendidikan dan ada yg di bawah Kementrian Agama” tuturnya.
Sesi Pertama yang dimoderatori oleh Jajang Jahroni, Ph.D selesai pada pukul 12.30 wib. Dilanjutkan pada pukul 14.00 selesai makan Siang, Kali ini sesi diskusi dipandu moderator Dadi Darmadi Yang merupakan senior peneliti PPIM UINJ. Pembicara pada sesi ini menghadirkan bapak Haidar Bagir dari sekolah Lazuardi Indonesia dan Ibu Salma Pir T.Rasul Direktur Program Pusat Islam dan Demokrasi di Philipina. Pada sesi akhir Hari pertama, bapak Prof.Fuad Jabali dari PPIM memfaslitasi peserta untuk menyimpulkan pemahaman bertakit hari pertama pertemuan dan diskusi ini. (Bersambung)