Survey PPIM Ungkap 3 Faktor yang Terkait Intoleransi dan Radikalisme Guru

Survei PPIM, 57 Persen Guru Miliki Opini Intoleran
Oktober 17, 2018
Islam Moderat Harus Membumi
Oktober 17, 2018

NETRALNEWS.COM – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) ungkap, ada tiga faktor yang terkait intoleransi dan radikalisme guru. Direktur Eksekutif PPIM Saiful Umam katakan, tiga faktor adalah pandangan Islamis, aspek demografis dan Organisasi Masyarakat (Ormas) dan sumber pengetahuan Keislaman.

Demikian disampaikan Saiful dalam Launching Hasil Survei Nasional PPIM- Pelita yang Meredup: Potret Keberagamaan Guru Indonesia, Selasa (16/10/2018).

“Pandangan ke-Islaman guru mengacu pada aspek bagaimana syariat Islam diterapkan dalam semua ranah politik, memperlihatkan corak yang disebut sebagai Islamisme yang radikal. Pemahaman IsIamis-radikal menekankan pentingnya syariat dijadikan sumber referensi utama dalam semua aspek kehidupan,” jelas Saiful.

Selain itu, ada berbagai aspek demografis dapat dikaitkan dengan intoleransi dan radikalisme guru. Aspek demografis yang dilihat dalam survei PPIM 2018 ini adalah jenis kelamin, sekolah versus madrasah, negeri versus swasta, mata pelajaran yang diampu guru, penghasilan, jenjang pendidikan, dan usia guru.

Berikut ini temuan-temuannya:

Guru perempuan memiliki opini intoleran yang lebih tinggi pada pemeluk agama lain dibandingkan dengan guru laki-laki.

Guru perempuan memiliki opini dan intensi-aksi radikal yang lebih tinggi dibandingkan guru Iaki-laki.

Guru madrasah lebih intoleran pada pemeluk agama lain dibandingkan guru sekolah.

Perbedaan signifikan hanya pada Opini Toleransi Eksternal, guru sekolah Iebih toleran pada pemeluk agama lain dibandingkan guru madrasah.

Bila didasarkan pada status guru negeri vs guru sekolah swasta, perbedaan signifikan terjadi pada opini dan intensi-aksi toleransi pada pemeluk agama lain. Guru sekolah/madrasah swasta Iebih intoleran dibandingkan guru sekolah/ madrasah negeri. Guru sekolah/madrasah swasta lebih radikal dibandingkan guru sekolah/madrasah negeri.

Perbedaan signifikan hanya terjadi pada toleransi pada pemeluk agama lain, opini radikal dan Intensi Aksi Radikal bila didasarkan pada mata pelajaran yang diampu. Bila dilihat dari mean, hasilnya menunjukkan bahwa guru-guru mata pelajaran Bahasa (Arab, Indonesia dan Inggris), Olahraga dan Kesenian, Bahasa Daerah, memiliki intoleransi, opini dan intensi-aksi radikal yang lebih tinggi dibandingkan guru mata pelajaran lainnya. Selain itu, semakin rendah penghasilan semakin tinggi opini dan intensi-aksi radikal.

Guru TK/RA juga memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain yang lebih tinggi dibandingkan guru SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Semakin tinggi usia guru, ternyata semakin tinggi pula opini toleransi eksternalnya, makin rendah opini dan intensi aksi radikalnya,” jelas Saiful.

Bagaimana dengan peran Ormas Islam terhadap intoleransi dan radikalisme guru? Studi Infied (2016) tentang Toleransi dan Radikalisme di Indonesia (Penelitian di 4 daerah: Tasikmalaya, Jogjakarta, Bojonegoro dan Kupang).

Temuannya: pertarungan pengaruh antara Ormas Islam ikut berperan menghasilkan kecenderungan konservatif dan gejala intoleran bahkan radikalisme (Kasus, Tasikmalaya). Hasil survey PPIM 2018 menunjukkan bahwa guru merasa paling dekat dengan lima ormas, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Nahdlatul Wathan, Majlis Tafsir Alquran dan Front Pembela Islam (FPI).

Untuk diketahui, target populasi survey PPIM 2018 adalah 2.237 guru Muslim di sekolah/madrasah pada tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/K/MA yang mengampu semua mata pelajaran di Indonesia. Guru merupakan pengajar Bahasa, Matematika dan IPA (MIPA), Ilmu Sodial, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Kesenian dan Keterampilan, Bimbingan dan Konseling, Guru Kelas, Kepala Sekolah (tidak mengajar) dan lainnya.

“PPIM memang memfokuskan bidang kajian dan penelitiannya pada topik terkait ke-Islam-an dan masyarakat. Survei dilakukan dalam rentang waktu antara 6 Agustus sampai dengan 6 September 2018. Sampel penelitian diambil dari 34 provinsi di Indonesia, dimana pada setiap provinsi dipilih kabupaten/kota secara acak berdasarkan teknik probability proporsional to size (PPS),” jelas Saiful.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 − one =

Indonesia