51,1% dari siswa menunjukkan kecenderungan untuk memiliki pandangan tidak toleran terhadap sesama Muslim terutama Ahmadiyah dan Syiah dan 34,3% terhadap agama yang berbeda. Dibandingkan dengan populasi anak muda di Indonesia, jumlah ini tentu saja tinggi. Pendapat intoleransi antar agama tentu bisa menjadi benih konflik (PPIM, 2018). Sayangnya, banyak guru dan staf sekolah tidak memperhatikan tantangan radikalisasi dan perilaku ekstrem di lingkungan sekolah. Beberapa bahkan menyangkal keberadaan mereka. PPIM UIN Jakarta kemudian mengembangkan rancangan panduan guru dan siswa serta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk sekolah dan madrasah yang disebut “RANGKUL” (Respon dan Rehabilitasi, Analisis, Narasikan, Gali, Kaji Ulang, Lakukan). RANGKUL yang merupakan uraian langkah sistem deteksi dan respon dini terhadap ekstemisme kekerasan menekankan socio-emotional learning, yang bertumpu pada empati, perspective taking dan critical thinking.