Generasi Milenial Minati Buku-Buku Agama

STF UIN Jakarta Gelar Kemah Kepemimpinan Pemuda Internasional
Juni 11, 2018
J-Rocks Aransemen Ulang Lagu Wudhu Milik Bimbo
Juni 11, 2018

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Puspidep Yogyakarta melakukan diseminasi hasil penelitian di Hotel Gren Alia, Jakarta pada Rabu (10/1). Mereka melakukan penelitian tentang Literatur Keislaman Generasi Milenial.

Peneliti PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Jamhari Ma’ruf mengatakan, secara statistik buku-buku keagamaan Islam cukup tinggi diminati generasi milenial. Bahkan pada tahun 2015 buku keagamaan lebih diminati daripada buku-buku novel.

“Generasi melenial generasi yang khas, tahun 1998 mengalami peristiwa pergantian orde, maka kita pengen lihat buku-buku apa sih yang sesungguhnya dibaca oleh generasi milenial,” kata Prof Jamhari kepada Republika di Hotel Gren Alia, Rabu (10/1).

Ia menerangkan, setelah melakukan penelitian, ditemukan buku-buku yang dibaca generasi milenial banyak yang ditulis oleh orang-orang yang berpandangan radikal. Jadi, kondisi seperti ini harus menjadi keprihatinan bersama. Kondisi ini diketahui berdasarkan hasil penelitian di 16 kota.

Ia menjelaskan, buku-buku radikal seperti buku tentang jihad yang ditulis oleh Abdullah Azzam dan diterjemahkan. Kemudian, buku-buku tentang khilafah yang disponsori oleh hizbut tahrir. Hal ini pada dasarnya akan mengganggu konstalasi sosial dan politik. Jika buku-buku tersebut menjadi ide anak-anak muda di Indonesia.

“Misalnya di situ ada, konsep jihad yang terus menerus, perang terus menerus antara orang Islam dan non Islam, kalau itu dipahami dan diyakini oleh umat Islam di Indonesia akan bahaya,” ujarnya.

Prof Jamhari mengungkapkan, banyak faktor yang mendasari generasi milenial senang membaca buku-buku yang berkonten radikal. Pertama, kebetulan orang-orang radikal dapat mengemas bukunya secara baik. Sehingga mereka bisa menarik perhatian generasi milenial.

Ia melanjutkan, yang kedua, generasi milenial ingin mendapat buku instan. Kalau generasi milenial menginginkan sesuatu, mereka ingin segera mendapatkannya. Kondisi seperti ini kalau tidak diantisipasi akan membawa pengaruh yang luar biasa pada generasi penerus.

“Kalau mereka meyakini ide jihad kan bahaya, menganggap saudara non Muslim di Indonesia sebagai musuh, juga akan membahayakan kebhinekaan di Indonesia,” ujarnya.

Mengenai pengertian radikal, menurut dia, orang yang tidak memberikan ruang terhadap perbedaan. Jadi, orang yang berbeda dengan pandangannya dianggap sebagai orang yang salah serta harus diperangi. Ini ukuran seseorang disebut radikal paling minim. Orang radikal yang paling radikal menghalalkan darah orang non Muslim dan melakukan tindakan terorisme.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eighteen − eight =

Indonesia