Ketidakstabilan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran dipercayai menjadi faktor yang mendorong seseorang untuk terlibat dalam tindak terorisme, radikalisme, dan ekstremisme berbasis kekerasan. Karena stabilitas finansial dan ekonomi menjadi dasar kelangsungan hidup yang ditetapkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini juga dapat berperan menjadi sarana untuk melawan ekstremisme berbasis kekerasan.
Indonesia telah menyaksikan beberapa mantan narapidana tindak terorisme yang bergabung dengan kelompok ekstremis lainnya. Kegagalan ini berdasar pada integrasi ulang program sosial ekonomi kepada mantan narapidana yang salah langkah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi non-pemerintah. Sedangkan, para ahli berpendapat bahwa program sosial ekonomi atau peningkatan kapasitas wirausaha untuk mantan narapidana tindak terorisme pasti dapat membantu mereka untuk berbaur kembali dengan masyarakat dan membangun kehidupan yang layak. Melalui pendekatan ekonomi, pemerintah dapat menciptakan kesejahteraan rakyat untuk kemudian mengurangi potensi konflik, ekstremisme berbasis kekerasan, radikalisme dan terorisme di masyarakat.
CONVEY Indonesia dan Aliansi Indonesia Damai(AIDA) beserta Indonesia Strategic Policy Institute(ISPI) telah melakukan sebuah riset penilaian untuk mengevaluasi dan melihat dampak dari program intervensi ekonomi sebagai instrumen deradikalisasi. Pihak-pihak yang terkait diharapkan dapat membuat kebijakan penguatan ekonomi yang lebih efisien dan terarah berdasarkan hasil dan rekomendasi dari riset ini. Penelitian ini juga memberikan dukungan untuk menerapkan praktik terbaik berbasis bukti(evidence-based best practice) program intervensi penguatan ekonomi.
Temuan lebih lanjut dan rekomendasi kebijakan strategis mengenai topik ini dapat diakses dalam policy brief “Evaluasi Program Ekonomi sebagai Instrumen Deradikalisasi“ (Evaluation of Economic Programs as Instrument of Deradicalization / untuk tulisan dalam Bahasa Inggris dapat dilihat di sini).
2.6-Fact-Sheet-AIDA-ISPI_2_2