Kegiatan yang diikuti 60 orang penyuluh agama selama dua hari di Swissbell Hotel, ini mengusung tema “Agama, Kerukunan dan Binadamai di Indonesia.”
Ihsan Ali Fauzi, pendiri dan direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Paramadina Jakarta, mengungkapkan, lokakarya penyuluh agama dilakukan untuk mengatasi gesekan di tahun Pemilu saat ini. Selama kegiatan para penyuluh dari berbagai agama di Maluku ini akan diberikan pemahaman dan wawasan Kebangsaan. Termasuk di dalamnya terdapat toleransi, dan inklusifisme.
“Biar jika terjadi gesekan, akan berlangsung dengan aman. Mengapa penyuluh, karena dia garda terdepan. Posisinya sangat penting sekali di depan masyarakat,” katanya.
Ihsan mengaku, gesekan yang terjadi di tengah masyarakat merupakan hal yang tak bisa di hindari. Gesekan termasuk hal yang biasa dan pasti terjadi. Namun mengatasinya, tidak lantas menggunakan cara cara kekerasan, tapi mengedepankan musyawarah dan mediasi.
“Tentang konflik konflik itu ada, biasa, natural, cuman harus diselesaikan dengan cara-cara damai. Jadi konflik itu tidak diselesaikan dengan berkelahi, tapi dengan cara musyawarah, mediasi,” jelasnya.
Di tahun politik, lanjut Ihsan, setiap daerah yang pernah dilanda konflik, akan dianggap sebagai wilayah rawan. Namun baginya, penyematan daerah rawan itu, tidak lantas menjadikan warga marah, tapi bagaimana mempersiapkan cara yang lebih banyak untuk mengatasinya.
“Setahu saya, semua wilayah yang pernah terjadi kekerasan, dianggap rawan. Menurut saya sih ditanggapinya secara positif aja. Nggak usah ditanggapi dengan marah. Kalau memang itu, ya ok sehingga persiapan kita lebih banyak saja,” tandasnya.
Dikatakan, Maluku yang pernah terlibat konflik telah memberikan pembelajaran besar yang bisa diambil dan dijadikan sebagai pengalaman berharga untuk kemajuan di masa mendatang.
“Jadi ketika kita ngomong tentang masa lalu, poin besarnya apa pembelajaran yang kita ambil. Antara lain, langkah-langkah prefentif agar ketegangan itu dikelola, sehingga ketegangan itu tidak memuncak menjadi kekerasan,” katanya
Kedepan, tambah Dia, tantangan yang akan dihadapi semakin berat. Tantangan itu ada dengan kehadiran media sosial. Kejadian di Jakarta, misalnya, kata Ihsan, dalam hitungan detik di hari yang sama dapat berimbas di Ambon, Maluku.
“Jadi tantangan di Ambon dan Maluku bisa saja terjadi di tempat lain dan berimbas di sini. Sehingga pembelajaran mengatasi permasalahan masa lalu harus diperkuat dalam rangka menghadapi tantangan yang lebih baru ini. Antara lain media sosial yang dulunya tahun 1998-2000 belum ada, atau belum seintensif saat ini. Sekarang lebih intensif,” jelasnya.
Maluku memiliki pengalaman dalam mengelola rumor. Apalagi saat ini dengan hadirnya media sosial yang belakangan ini dijadikan sebagai alat untuk menyebar kebencian dan hoax (berita tidak benar).
“Jadi secara teknis bagaimana media sosial itu di kelola menghindari hoax, dan melawannya. Dan yang lebih penting, adalah kami ingin belajar dari Maluku. Apa yang sudah dilakukan di sini, dapat kita ambil untuk dijadikan sebagai pembelajaran kepada teman-teman di Indonesia Bagian Barat,” harapnya. (PN9)
sumber : https://www.pamanawanews.com/news/hukrim/pusad-yayasan-paramadina-gelar-lokakarya-penyuluh-agama-di-ambon-7aaf99a0/