BERITASATU.COM – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali meluncurkan hasil survei berjudul Pelita yang Meredup: Potret Keberagamaan Guru Indonesia. Selain melacak opini para guru, survei ini juga melacak intensitas aksi intoleran para guru Muslim seluruh Indonesia. Meski opini intoleran cukup tinggi, namun keinginan untuk melakukan aksi masih kecil.
Kemudian, selain mengukur opini dan aksi intoleran guru Muslim, tim survei PPIM UIN Jakarta juga meneliti faktor yang memiliki keterkaitan dengan kemunculan intoleransi dan radikalisme guru. Menurut Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Saiful Umam, ada tiga faktor yang menyebabkan adanya intoleransi dan radikalisme pada guru.
Pertama, pandangan terhadap agama Islam. Dijelaskan dia, faktor Islamisme menjadi satu variabel penting terkait dengan intoleransi dan radikalisme guru. Pasalnya, sebanyak 40,36% guru agama Islam di Indonesia setuju bahwa seluruh ilmu pengetahuan sudah ada dalam Al-Quran sehingga tidak perlu mempelajari ilmu pengetahuan yang bersumber dari Barat. Selain itu, sebanyak 82,77% guru setuju bahwa agama Islam merupakan satu-satunya solusi untuk mengatasi segala persoalan masyarakat.
Kedua, aspek demografis. Hasilnya juga cukup mengejutkan. Guru perempuan memiliki opini dan intensi aksi radikal dan intoleran lebih tinggi dibandingkan guru laki-laki. Selain itu, guru madrasah juga dinyatakan lebih intoleran dibandingkan guru sekolah umum. Bukan hanya itu, guru sekolah swasta juga terbukti lebih intoleran dibandingkan guru di sekolah-sekolah negeri.
Ketiga, ormas dan sumber pengetahuan keislaman. Dalam temuan PPIM, pertarungan pengaruh antara ormas Islam ikut berperan dalam menghasilkan kecenderungan konservatif dan gejala intoleransi bahkan radikalisme.
Untuk itu, Saiful mengatakan, PPIM memberikan rekomendasi yakni para guru harus diperkuat wawasan kebangsaan dan kemajemukannya, baik yang mengabdi di sekolah atau di madrasah negeri maupun swasta. Prosesnya bisa melalui lembaga-lembaga yang memproduksi guru seperti Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Lembaga Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB)
“Lembaga pendidikan guru harus menjadi prioritas utama sebagai bagian dari upaya pencegahan meluasnya paham intoleran dan eksklusif,” ujarnya.