NU.OR.ID – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta mengadakan sebuah penelitian yang berfokus pada pandangan dan sikap keberagamaan guru sekolah/madrasah dari jenjang TK/RA hingga SMA/MA di Indonesia.
Ada 2.237 orang dari 34 provinsi di Indonesia yang disurvei. Secara sederhana, survei ini memotret empat hal: opini intoleransi, intensi aksi intoleransi, opini radikalisme, dan intensi aksi radikalisme.
Hasil survei menunjukkan sebanyak 63,07 persen guru di Indonesia memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain (IAT). Sementara, dari data kuesioner ada 56,90 persen guru yang beropini intoleran. Untuk intensi aksi intoleransi, sebanyak 37,77 persen guru di Indonesia memiliki intensi aksi intoleran terhadap pemeluk agama lain.
Sementara dalam hal opini radikal, survei menunjukkan kalau 46, 09 persen guru memiliki opini radikal terhadap non-Muslim. Dan sebanyak 41,26 persen guru berkesempatan melakukan intensi aksi radikal jika ada kesempatan.
Atas beberapa temuan tersebut di atas, Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta Saiful Umam menyampaikan tiga rekomendasi yang ditujukan kepada para pemangku kebijakan. Pertama, memperbanyak program-program yang memberikan pengalaman guru untuk merasakan keberagamaan dan kemajemukan.
“Memperbanyak program yang mempertemukan guru Muslim dengan pemeluk agama lain untuk berdiskusi, berdialog. Ini harus ditingkatkan agar pengalamannya tidak homogen,” kata Umam usai acara Peluncuran Survei PPIM di Jakarta, Selasa (16/10).
Kedua, peningkatan kesejahteraan guru dengan membuat standar pembayaran minimal guru tanpa membedakan swasta dan negeri. Ketiga, pemberdayaan lembaga yang memproduksi guru –seperti fakultas tarbiyah, perhatian lebih kepada guru mata pelajaran non-Ujian Nasional, guru honorer, dan guru swasta sehingga tidak ada perbedaan perlakuan.