63% Guru di Indonesia Berpandangan Intoleran

Terkait Survei Intoleransi Guru di Indonesia, Ini Rekomendasi PPIM
Oktober 17, 2018
Survei PPIM: Guru Perempuan Lebih Intoleran daripada Guru Laki-Laki
Oktober 18, 2018

MEDIAINDONESIA.COM – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta merilis hasil survei terbaru mengenai pandangan keberagaman di kalangan guru muslim se-Indonesia. Dari hasil survei, diketahui sekitar 63,07% guru memiliki opini intoleran.

“Hasil ini merepresentasikan opini intoleransi guru beragama Islam di semua level pendidikan. Mulai dari TK hingga SMA atau Madrasah Aliyah. Sebagian besar masuk kategori intoleran dan sangat intoleran terhadap pemeluk agama lain,” ungkap Direktur Eksekutif PPIM UIN Saiful Umam, dalam rilis survei bertajuk Pelita yang Meredup: Potret Keberagaman Guru Indonesia, di Jakarta, Selasa (16/10).

Hasil opini intoleransi tersebut, lanjut Saiful, diukur menggunakan sejumlah pernyataan. Di antaranya pernyataan bahwa non-muslim boleh mendirikan sekolah berbasis agama di lingkungan sekitar. Pernyataan lain yang diuji ialah tetangga yang berbeda agama boleh mengadakan acara keagamaan di kediamannya masing-masing.

Hasilnya, sebanyak 56% guru tidak setuju non-muslim boleh mendirikan sekolah berbasis agama di sekitar tempat tinggalnya. Sebanyak 21% guru juga tidak setuju bahwa tetangga yang berbeda agama boleh mengadakan acara keagamaan di lingkungan mereka.

“Kedua contoh pernyataan ini memiliki muatan faktor tinggi dalam mengukur opini intoleransi,” imbuh Saiful.

Survei tersebut melibatkan 2.237 responden guru beragama muslim di 34 provinsi. Guru yang menjadi responden berada di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah mulai dari TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/K/MA. Survei dilakukan pada 6 Agustus-6 September 2018.

Saiful menambahkan meski dari hasil survei menggambarkan potrem buram sikap keberagamaan guru, dengan temuan tersebut tidak serta-merta guru berarti berbuat intoleran. Hasil tersebut hanya menggambarkan pandangan dan intensi intoleransi.

“Tapi belum tentu guru itu pernah melakukan aksi intoleran. Tapi jika ada kesempatan memungkinkan. Kalau ditanya aksi, kemungkinan akan melakukan tindakan intoleran sudah berkurang,” ujarnya.

Hal itu, lanjutnya, tercermin pada uji pernyataan lanjutan yang diajukan kepada responden. Pada uji intensi aksi intoleran, temuan survei menunjukkan sekitar 29% guru berkeinginan untuk menandatangani petisi menolak kepala dinas pendidikan yang berbeda agama. Sekitar 34% guru juga berkeinginan menandatangani petisi menolak pendirian sekolah berbasis agama non-Islam di sekitar tempat tinggalnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 + sixteen =

Indonesia