57 Persen Guru Intoleran, Serikat Guru: Ancaman Bagi Bangsa

Enam dari sepuluh guru Muslim ‘intoleran’, kemajemukan harus masuk penilaian akreditasi
Oktober 18, 2018
6 Dari 10 guru punya sikap intoleran
Oktober 18, 2018

TEMPO.CO – Penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tentang keberagamaan guru di Indonesia
menunjukkan bahwa guru memiliki opini intoleran pada pemeluk agama lain. Menanggapi hal itu Sekertaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Heru Purnomo mengatakan masalah tersebut merupakan ancaman bagi bangsa.

“Pelita yang meredup ini adalah ancaman bagi bangsa ini. Jangan sampai potensi radikalisme dan intoleransi guru terjebak pada kondsisi radikalisme pasif. Ini akan mencabut akar kepribadian Pancasila,” tutur Heru di Hotel Le Meridien, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Oktober 2018.

Baca: Sebanyak 57 Persen Guru Punya Opini Intoleran

Pada acara pemaparan hasil penelitianya Selasa siang, PPIM menunjukan ada sebanyak 57 persen guru yang memiliki opini intoleran, serta 37,77 persen keinginan guru untuk melakukan perbuatan intoleran atau intensi-aksi.

 Menurut Direktur Eksekutif PPIM, Saiful Uman, penelitian ini penting untuk melihat pandangan serta sikap guru di sekolah negeri atau madrasah. Pasalnya guru memiliki posisi strategis dan punya peran penting dalam pembentukan nilai-nilai, pandangan, serta pemikiran siswa.

Namun menurut pengamat pendidikan, Bahrul Hayat, perlu ada penelitian lebih lanjut dari data ini. Alasannya, karena ia meyakini banyak faktor yang mendalangi opini intoleransi yang berkembang di kalangan guru ini. “Seberapa sering guru terekspose dalam persentuhan lintas agama misalnya,” kata Bahrul.

Menurut Bahrul perlu ada pendalaman variabel penelitian. Bahrul merasa penelitian ini belum cukup kuat, meskipun secara metodologi sudah mumpuni. Penelitian ini dilakukan dengan sampel sebanyak 2.237 guru. Dengan proporsi 1.172 guru sekolah negeri dan 1065 guru sekolah swasta (dalam penelitian ini madrasah).

Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dari 6 Agustus sampai 6 September 2018. Penelitian mengambil sampel dari 34 provinsi di Indonesia yang dipilih secara acak menggunakan teknik probability proporsional to size (PPS).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20 − 6 =

Indonesia